Beritaindonesia.id, NEW YORK — Seorang pria bernama Wilhan Martono menjadi sindikat pelaku perdagangan manusia berkedok prostitusi online di Amerika Serikat. Penghasilannya fantastis, mencapai USD 21 juta atau setara Rp 294 miliar.
Dilansir dari NBC DFW, Minggu (21/6), modus yang dilakukan Wilhan Martono yang kini terjerat pidana itu adalah dengan menjalankan sebuah situs online seks dan prostitusi bernama CityXGuide.com yang kini sudah ditutup.
Kantor Pengacara AS menutup situs web tersebut. Sebab situs itu dianggap sebagai media iklan online pelacuran dan perdagangan seks.
Wilhan Martono, kini didakwa dengan 28 tuduhan federal. Jaksa Agung AS Erin Nealy Cox menjelaskan 28 dakwaan itu meliputi pelanggaran prostitusi dan pengabaian perdagangan seks yang sembrono.
Konspirasi pemerasan antar negara yang memfasilitasi pelacuran, dan juga tuduhan pencucian uang. Menurut dakwaan, Martono dituduh menghasilkan lebih dari USD 21 juta dari serangkaian situs web ilegal yang mempromosikan prostitusi dan perdagangan seks.
Martono, yang kini berusia 46 tahu itu, ditangkap 17 Juni di Fremont, California setelah didakwa pada 2 Juni. Dia diperkirakan akan diekstradisi ke Dallas.
CityXGuide, bersama dengan situs web lain, diduga mengizinkan pengiklan untuk memilih daftar aktivitas intim yang telah diisi sebelumnya. Kemudian menambahkan foto-foto perempuan telanjang, dan informasi kontak untuk para perempuan yang diiklankan.
“Begitu otoritas menutup satu situs, situs yang lain muncul untuk menggantikannya,” kata Cox.
“Terdakwa membuat jutaan orang memfasilitasi eksploitasi online perempuan dan anak-anak. Departemen Kehakiman tidak akan berhenti sampai situs-situs ini dihilangkan dan pemiliknya dimintai pertanggungjawaban atas kejahatan mereka,” kata Cox.
Apakah Wilhan Martono seorang WNI? Nama Wilhan Martono terdengar sangat Indonesia. Maka di sejumlah situs masih mempertanyakan apakah terdakwa memang Warga Negara Indonesia (WNI) atau bukan.
Menelusuri situs media sosialnya, Facebook, nama akun Wilhan Martono memiliki domisili di California, AS. Ketika JawaPos.com mengonfirmasi kepada pihak Kementerian Luar Negeri RI, Minggu (21/6), pejabat berwenang enggan menanggapi kasus tersebut. (jpc/fajar)