Beritaindonesia.id, NEW YORK– Penanggulangan wabah Covid-19 belum sempurna tanpa obat penyembuh. Sampai saat ini, ilmuwan dari berbagai penjuru dunia masih berlomba untuk menciptakan penangkal virus SARS-CoV-2. Beberapa bahkan memperkirakan bisa merampungkan produksi sebelum 2020 berakhir.
Sarah Gilbert, pemimpin tim pencipta vaksin Covid-19 dari Oxford University, mengatakan bahwa progres penelitian mereka berjalan baik. Saat ini, mereka merampungkan uji coba terhadap hewan. Dalam beberapa minggu ke depan, dia memulai uji coba kepada manusia.
”Kemungkinan vaksin kami siap pada musim gugur nanti. Asal, semua proses berjalan lancar,” ungkapnya kepada Sky News. Artinya, Gilbert memperkirakan bahwa vaksin itu sudah siap pada September.
Pakar vaksinologi tersebut menguraikan, sampai saat ini reaksi obat yang dikembangkan cukup baik. Hal tersebut senada dengan penelitian Southampton University yang mengatakan bahwa virus korona itu punya pertahanan yang lemah.
Namun, tidak berarti tim Oxford tak punya pekerjaan rumah. Saat ini, mereka harus mencari daerah dengan tingkat penularan tinggi. Hal tersebut untuk mengetes apakah obat itu benar mencegah penularan.
Padahal, sebagian besar negara, termasuk Inggris, sudah menerapkan kebijakan karantina. ”Saya rasa kemungkinan obat ini bekerja sangat tinggi. Menurut pendapat pribadi, tingkat kemanjuran saat ini mencapai 80 persen.”
Saat ini, Gilbert dan peneliti lainnya sedang dikejar waktu. Banyak pemerintah yang menuntut ilmuwannya mencari solusi dengan cepat. Pemerintah Inggris sudah menggelontorkan dana 210 juta pound sterling atau Rp 4,1 triliun untuk pengembangan vaksin internasional. Mereka juga berjanji membeli jutaan dosis vaksin yang terbukti manjur.
Begitu juga dengan AS. Dari USD 8,3 miliar (Rp 130 triliun) anggaran penanggulangan Covid-19, USD 3 miliar ( Rp 47 miliar) didedikasikan untuk pengembangan vaksin. Mereka sudah merencanakan uji coba obat flu Avigan terhadap pasien Covid-19. Obat yang diproduksi Fujifilm itu diklaim Tiongkok berhasil membantu penyembuhan pasien yang terkena virus korona. Ilmuwan mengatakan, obat tersebut punya RNA yang bisa menjinakkan virus. (jpc/fajar)