Beritaindonesia.id,LOMBOK– Keinginan pemerintah Indonesia agar visa umrah tetap berlaku setelah wabah virus korona mereda ternyata bertepuk sebelah tangan. Kemarin Pemerintah Kerajaan Arab Saudi menyatakan bahwa biaya visa akan dikembalikan. Dengan demikian, otomatis visa umrah yang kini dimiliki jemaah dianggap hangus.
Pemerintah Saudi sudah mengumumkan akan membuka skema refund atau pencairan kembali uang pengurusan visa umrah rata-rata sebesar USD 200 (Rp 2,8 juta) per orang. Pengumuman pengembalian biaya visa umrah oleh Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi itu beredar kemarin (2/3) pagi. Dalam pengumumannya. mereka menyiapkan mekanisme elektronik untuk melayani permohonan pengembalian biaya melalui agen atau provider visa umrah.
Pemerintah Saudi menyampaikan, bagi jamaah yang gagal berangkat akibat penutupan akses penerbangan, bisa mengurus ke agen travel setempat di negara masing-masing. Bagi jamaah umrah asal Indonesia, pengurusan pengembalian biaya umrah dilakukan di travel dalam negeri.
Konsul Haji KJRI Jeddah Endang Jumali membenarkan adanya mekanisme refund biaya visa haji tersebut. Dia menuturkan, Konsul Haji KJRI Jeddah tentu menghormati keputusan tersebut. ’’Kalau melihat adanya pengembalian uang visa, secara otomatis visa umrah tersebut batal dengan sendirinya,’’ tegasnya.
Data Kementerian Agama (Kemenag), jamaah yang sudah mengantongi visa umrah mencapai 18.722 orang. Visa-visa tersebut sudah keluar sebelum penetapan larangan penerbangan umrah dikeluarkan oleh pemerintah Saudi pada 27 Februari lalu.
Kasubdit Pengawasan Ibadah umrah dan Haji Khusus Kemenag Noer Alya Fitra menuturkan, jumlah calon jamaah umrah yang sudah membayar paket mencapai 46.620 orang. Mereka mengambil paket umrah untuk perjalanan 27 Februari sampai Juni 2020. Namun, dari jumlah tersebut, baru 18.722 jamaah yang sudah keluar visanya.
Terkait teknis refund biaya visa umrah, jajaran Kemenag bakal bertemu dengan Kedutaan Besar Arab Saudi di Jakarta Rabu besok (4/3). Dia berharap hasil pertemuan itu akan ketemu penjelasan teknis soal pengembalian uang pengurusan visa umrah. Pejabat yang akrab disapa Nafit itu mengatakan, saat ini maskapai penerbangan yang biasa mengangkut jamaah umrah mulai merugi. Sebab, mereka berangkat dari Indonesia menuju Makkah atau Madinah dalam keadaan kosong. Mereka terpaksa terbang karena berkewajiban mengangkut jamaah pulang kembali ke tanah air.
Masalah visa umrah sebelumnya dibahas dalam pertemuan yang dipimpin oleh Menag Fachrul Razi Jumat lalu (28/2). Salah satu butir kesepakatan pertemuan itu adalah pemerintah Indonesia meminta Kedutaan Besar Arab Saudi di Jakarta untuk mempertimbangkan agar visa umrah dapat diterbitkan ulang. Atau diperpanjang masa berlakunya tanpa biaya tambahan.
Ketua Umum Sarikat Penyelenggara Umrah dan Haji Indonesia (Sapuhi) Syam Resfiadi menuturkan, mereka harus berkoodinasi dahulu dengan partner yang ada di Arab Saudi. Dia menjelaskan, biaya visa umrah rata-rata USD 200 per jamaah. ’’Yang pasti kami tetap prioritaskan jamaah agar tetap reschedule,’’ jelasnya. Bila nanti jamaah batal berangkat, pihak travel akan memastikan dahulu komponen-komponen layanan umrah yang tidak ada biaya pembatalan. Jika ada, travel tentu akan membebankan biaya pembatalan itu kepada jamaah. ’’Bila jamaah masih mau batal tanpa biaya, apa boleh buat, kerugian akan ditangung PPIU,’’ jelasnya. Namun, Syam belum bisa menaksir berapa potensi kerugian akibat penghentian sementara penerbangan umrah itu.
Sementara itu KJRI Jeddah tadi malam mengeluarkan sejumlah pengumuman. Diantaranya adalah belum adanya keputusan tanggal pencabutan larangan penerbangan umrah. Kabar bahwa penerbangan umrah dibuka kembali pada 13 Maret 2020 itu tidak benar. Tanggal tersebut adalah batas waktu refund tiket dari maskapai Saudia Airlines.
Menag Fachrul Razi menyampaikan, sudah ada kesepakatan dari sejumlah pihak terkait penundaan penerbangan umrah itu. Maskapai dan travel umrah sepakat tidak ada tambahan biaya yang dibebankan kepada jamaah. Selain itu, dia mengatakan persiapan haji 2020 tetap berjalan normal.
Dongkrak Ekonomi
Di sisi lain, Wakil Direktur Insitute Development of Economics and Finance Eko Listiyanto menyebutkan, kabar ditemukan kasus positif korona di Indonesia akan berdampak serius pada sektor ekonomi.
”Tanpa ada temuan kasus positif di Indonesia, ekonomi kita juga pasti kena dampak cukup besar. Hitungan pertumbuhan ekonomi di bawah 5 persen jadi sangat rasional,” ujar Eko kemarin.
Menurut dia, kondisi manufaktur Indonesia masih sangat bergantung pada mitra dagang. Ditambah dengan potensi travel ban, potensi perlambatan pertumbuhan ekonomi nasional jadi semakin nyata. ”Indef sempat proyeksikan pertumbuhan ekonomi ada di level 4,8 persen, tapi sekarang 4,5 persen saja mungkin sudah bagus. Apalagi belum ada kejelasan ending wabah ini, justru semakin berkembang,” tambahnya.
Mengenai langkah intervensi BI yang di antaranya menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM), menurut Eko, sedikit banyak membantu. Namun, hal itu diprediksi tidak signifikan. ”GWM diturunkan, harapannya bank lebih banyak menyalurkan kredit. Masalahnya, yang mau minta kredit ini ngedrop. Inputnya juga menurun,” urai Eko. Menurut dia, kebijakan moneter yang lebih efektif adalah penundaan kredit seperti saat bencana Tsunami melanda Aceh.
Langkah yang patut ditempuh pemerintah untuk saat ini, lanjut Eko, adalah berfokus pada barang-barang yang bersifat primer. Misalnya, mencari jalan keluar pelemahan input produksi manufaktur dengan mendorong bahan baku dalam negeri atau segera mencari impor penolong dari mitra dagang alternatif. Selain itu, diperlukan perhatian pada sektor pangan supaya pasokan dan harga-harga pangan tidak memicu inflasi.
Kebijakan memberi insentif pada tiket penerbangan, menurut Eko, bagus untuk industri wisata. Namun, diprediksi dampaknya belum signifikan. ”Untuk traveling orang tentu masih ada kecemasan. Alangkah baiknya yang saat ini disentuh adalah sektor-sektor primer sebelum menyasar kebutuhan sekunder atau tersier,” terang Eko. (wan/agf/syn/riz/oni/JPG/r6)