Beritaindonesia.id, JAKARTA — Amnesty International Indonesia menyambut baik putusan Pengadilan Negeri Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta yang menyatakan Presiden Joko Widodo dan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Jhonny G Plate bersalah terkait pemutusan atau pelambatan akses internet di Papua. Hal ini merupakan sikap positif untuk mengatasi permasalahan di Papua.
“Meski putusan ini belum mewakili keadilan dan penegakan hak asasi manusia di Papua secara keseluruhan, setidaknya ini adalah langkah positif untuk mengatasi permasalahan di sana,” kata Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid dalam keterangannya, Kamis (4/6).
Usman memandang putusan PTUN Jakarta adalah kemenangan yang langka bagi masyarakat Papua, dan sekaligus menegaskan selama ini tidak diperlakukan setara oleh pihak bewenang di Indonesia. Menurutnya, masyarakat Papua justru sudah lama mengalami diskriminasi dan intimidasi.
“Kami mendesak agar perlakuan itu diakhiri dan agar pihak berwenang segera memenuhi hak-hak mereka, termasuk hak untuk kebebasan berekspresi secara damai yang selama ini dibungkam karena mereka menuntut penentuan nasib sendiri,” tegas Usman.
Terkait putusan PTUN itu, Usman berharap pemerintah Indonesia, termasuk Presiden dan Menkominfo, segera meminta maaf kepada masyarakat Papua yang telah terdampak oleh pemblokiran akses internet dan memastikan agar kejadian ini tidak akan terulang kembali.
“Ke depannya, pelanggaran hak asasi manusia di Papua harus dituntaskan, termasuk pembunuhan di luar hukum dan penahanan sewenang-wenang terhadap masyarakat di sana,” cetus Usman.
Sebelumnya, PTUN Jakarta memutus pemerintah Indonesia bersalah terkait pemblokiran atau pelambatan koneksi internet di Papua pada 2019. Hal ini sebelumnya digugat oleh SAFEnet Indonesia dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI). Sebagai tergugat adalah Presiden Joko Widodo (Jokowi) serta Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate.
“Mengabulkan gugatan para penggugat untuk seluruhnya. Menyatakan perbuatan para tergugat adalah perbuatan melanggar hukum oleh badan dan atau pemerintahan,” kata Ketua Majelis Hakim PTUN Jakarta Nelvy Christin, Rabu (3/6).
Majelis Hakim juga memerintahkan tergugat yakni Pemerintah untuk tidak mengulangi perbuatan atau tindakan pelambatan pemutusan akses internet di seluruh wilayah Indonesia.
Selain itu, pemerintah diwajibkan untuk memuat permintaan maaf atas kebijakan tersebut secara terbuka di tiga media massa, enam stasiun televisi nasional, tiga stasiun radio selama sepekan. Hal ini wajib dilakukan maksimal satu bulan setelah putusan.
“Menghukum para tergugat meminta maaf secara terbuka kepada masyarakat Indonesia khususnya Papua dan Papua Barat,” tegas Hakim Nelvy.
Kebijakan pemblokiran internet di Papua dan Papua Barat terjadi pada Agustus 2019 digugat oleh SAFEnet Indonesia dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) yang terdaftar di PTUN dengan nomor 230/6/2019/PTUN-Jakarta. Pihak tergugat yakni Menkominfo dan Presiden Jokowi.
Mereka mempersoalkan sikap pemerintah yang melakukan pemutusan internet pada 19 Agustus 2019 dan pemblokiran internet pada 21 Agustus di Papua dan Papua Barat. Pembatasan akses itu dengan alasan untuk mengurangi penyebaran hoaks dan meminimalisasi penyebaran konten negatif yang dapat memprovokasi ketika terjadinya aksi massa di Papua. (jpc/fajar)