BATAM – Tensi jelang perhelatan Pemilihan Gubernur (Pilgub) Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) 2020 sudah terasa memanas. Berbagai cara pun dilakukan oleh kandidat maupun simpatisan demi meraih dukungan untuk mendongkrak popularitas dan elektabilitasnya.
Saat ini masyarakat Kepri sedang dihebohkan dengan munculnya poling yang diduga merupakan hal yang sengaja dibuat atau diseting oleh salah satu tim kandidat. Poling yang beredar melalui salah satu portal berita online kabarnya dimulai sejak 13 Februari 2020 sampai 1 Maret 2020.
Hasil poling tersebut, menunjukkan bahwa nama Soerya Respationo dengan prosentase 53 persen, paling unggul dibandingkan nama lainnya, seperti Plt. Gubernur Kepri Isdianto 28 persen, disusul Ismeth Abdullah 16 persen, Ansar Ahmad 0 persen dan terakhir Huzrin Hood 0 persen.
Menanggapi hal tersebut, Fachri Said, salah satu mahasiswa Politeknik Negeri Batam mengungkapkan, poling tersebut terkesan menggiring opini publik. Sebab menurutnya, poling tersebut tidak memiliki metodologi yang jelas dan akurat.
Ia pun menduga poling tersebut sengaja dibuat oleh salah satu tim untuk meningkatkan elektabilitas kandidat. Sehingga seolah-olah masyarakat benar-benar menghendaki kandidat tersebut untuk duduk sebagai Gubernur.
“Poling semacam ini secara metodologi tidak jelas. Bayangkan satu orang bisa memilih (vote) satu calon secara berkali-kali, bahkan bisa ratusan kali. Kemudian tidak jelas juga yang memilih ini orang mana, bisa jadi orang luar Kepri yang sengaja mengerjakan poling ini,” ungkap Fachri pada awak media di kawasan Greenland, Kota Batam, Selasa, (03/03).
Lebih jauh, Fachri bersama temannya sesama aktivis menilai poling semacam ini tidak akan mempengaruhi opini publik. Fachri menilai jika tim Surya Respationo masih menggunakan gaya seperti ini, bisa dipastikan akan mengalami kekalahan seperti sebelumnya.
“Sekarang masyarakat sudah sangat cerdas. Kalau tim pak Surya yang bekerja ini masih menggunakan cara-cara lama, bisa dipastikan akan mengulang kekalahannya seperti periode sebelumnya. Apalagi dengan menggunakan poling abal-abal hanya untuk mendulang dukungan yang tidak jelas,” imbuhnya.
Sementara itu, Arif Rahman, Relawan Demokrasi Kepri mengungkapkan keprihatinannya dengan permainan isu yang kerap kali dimainkan oleh salah satu tim. Arif juga menjelaskan pihaknya kerap kali menemukan penggunaan cara-cara yang mencederai prinsip demokrasi.
“Sebetulnya sah-sah saja salah satu tim melakukan penggiringan opini publik untuk kepentingan calonnya. Namun sangat disayangkan jika kemudian masyarakat bawah yang menjadi korban,” ungkapnya.
Meskipun pengaruhnya mungkin kecil atau bahkan tidak ada sama sekali. Apalagi jika arus bawah masyarakat sudah menentukan pilihan politiknya. Maka bisa dikatakan poling tersebut sia-sia dan tidak berdampak apa-apa atau bahkan malah membuat gaduh masyarakat.
“Saya kira meskipun ada, pengaruh dari poling ini barangkali kecil ya. Sebab biasanya jelang pilkada seperti sekarang ini masyarakat sudah mulai menentukan pilihan politiknya. Jadi, mari kita berdemokrasi secara cerdas dan bijak dalam bersosial media,” tandasnya.