Beritaindonesia.id, JAKARTA– Koordinator Daerah Perkumpulan Hononer K2 Indonesia (PHK2I) Kabupaten Bondowoso Jufri menilai, penyelesaian masalah honorer K2 terkesan lambat dan diulur-ulur.
Wajar bila honorer K2 lintas status baik yang berstatus K2 (GTT/PTT) maupun yang sudah lulus seleksi PPPK tahap pertama, merasa sangat kecewa.
Para honorer K2 yang sudah dinyatakan lulus seleksi PPPK (pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja) pada April 2019, sudah hampir setahun menunggu aturan berupa Peraturan Presiden tentang Jabatan dan Penggajian. Yang turun baru Perpres Nomor 38 Tahun 2020 tentang Jabatan PPPK.
Sementara, Perpres soal Penggajian PPPK belum juga diterbitkan. Muncul pertanyaan, mengapa Perpres Penggajian PPPK tidak sekaligus diterbitkan bersamaan dengan Perpres tentang Jabatan PPPK?
Kepala BKN Bima Haria Wibisana sebelumnya sudah mengatakan, penerbitan NIP PPPK harus menunggu regulasinya lengkap. Jadi, terbitnya Perpres 38 tidak lantas BKN bisa menerbitkan NIP PPPK.
“Ini ada apa sebenarnya dengan pemerintah? Sepertinya pemerintah memainkan nasib honorer K2 yang sudah lulus PPPK. Mestinya segera diterbitkan agar Pemda bisa melakukan proses pemberkasan, pengajuan NIP PPPK ke BKN,” kata Jufri kepada JPNN.com (grup fajar.co.id), Jumat (13/3).
Dia melanjutkan, PP 49 Tahun 2018 Tentang Manajemen PPPK memberikan batas waktu penyelesaian honorer K2 sampai lima tahun ke depan, tepatnya 2023.
Jika penyelesaian ini yang ditawarkan pemerintah maka wajib hukumnya setiap tahun mulai 2020 sampai 2023 dilakukan rekrutmen PPPK lewat jalur khusus honorer K2 sehingga tuntas masalahnya. Akan terlihat aneh jika hanya rekrutmen CPNS yang ada tiap tahunnya.
“Masa transisi sesuai amanat PP Manajemen PPPK kan lima tahun dan akan berakhir 2023. Harusnya tahun ini rekrutmen PPPK dibuka lagi, jadi bukan hanya CPNS yang dibuka,” ucapnya.
Dia juga mengkritisi revisi UU Aparatur Sipil Negara (ASN) yang prosesnya telah berjalan. Anggota DPR RI telah mengawal tahapannya tetapi lagi-lagi kuncinya ada di pemerintah.
Honorer K2 masih cukup yakin terhadap komitmen para legislator untuk menyelesaikan permasalahan melalui revisi UU ASN.
“Kami tetap berharap revisi UU ASN ini akan segera ditetapkan. Jangan sampai undang-undang ini hanya jadi alat politik untuk mendulang suara tetapi mengorbankan nasib honorer K2. Diberikan janji-janji manis sampai akhirnya pensiun jadi honorer dengan sendirinya,” tandasnya. (jpnn/fajar)