Beritaindonesia.id, MAKASSAR — Pidato Kenegaraan Pengantar Nota Keuangan dan RUU APBN 2021, menargetkan Pertumbuhan ekonomi 4,5% – 5,5% Defisit 5,5% dari PDB, inflasi 3%, Nilai Tukar 14,600 dengan alokasi anggaran kesehatan 169T (6,2% dari APBN) menyampaikan optimisme yang besar akan kebangkitan ekonomi Indonesia.
Pertanyaan yang muncul adalah mampukah tim ekonomi Pemerintah menwujudkan hal tersebut dengan mengandalkan sektor konsumsi dan investasi sebagai lokomotif utama dalam mencapai target pertumbuhan tersebut.
Anggota DPR RI Kamrussamad menyampaikan tidak meragukan tim ekonomi pemerintah, tetapi kenyataan kinerja semester pertama sepanjang tahun 2020 dibuktikan rendahnya Penyerapan Anggaran, Sentralisasi data Penerima Bansos yang belum ter update, masih belum bergeraknya sektor riil, ataupun semakin rendahnya daya beli yang semua berujung pada Peningkatan Pengangguran dan Kemiskinan hingga terganggunya demand site dan Supply site.
Serta Koordinasi Antar K/L dan Pemda belum satu langkah dalam mengimplementasikan Kebijakan Penanganan CoVId Dan dampaknya.
“Kami mempertanyakan kenapa dalam Pidato Pengantar RUU APBN 2021 Tidak disebutkan NTP (Nilai Tukat Petani) dan NTN (Nilai Tukar Nelayan). Padahal kita sudah membahas dalam asumsi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal 2021 bersama Menkeu menteri PPN Bappenas,” ujar Kamrussamad.
Jika melihat berbagai pendapat pakar ekonomi, mereka mengatakan, Indonesia masuk resesi pada Q2/2020 (kuartal2/2020), karena pertumbuhan ekonomi sudah negatif selama dua kuartal berturut-turut, dihitung berdasarkan Quarter-on-Quarter-Seasonally Adjusted (QoQ-SA). Yaitu, kuartal saat ini dibandingkan dengan kuartal sebelumnya, setelah dikoreksi faktor musiman.
(Fajar)