Beritaindonesia.id – Keberadaan UU No 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta nyatanya belum banyak pemangku kepentingan yang mengetahuinya. Aturan pembayaran royalti di tempat publik seperti pusat perbelanjaan, cafe, restoran dan tempat pariwisata yang memutar lagu belum diketahui oleh para pelaku usaha.
Musisi dan pegiat ekonomi kreatif Anang Hermansyah mendesak Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif untuk mengubah Peraturan Menteri No 10 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik Sektor Pariwisata.
“Perubahan nomenkaltur Kementerian Pariwsata dan Ekonomi Kreatif semestinya diikuti dengan mengubah paradigma kementerian dengan mensinergikan antara sektor pariwisata dan ekraf,” kata Anang di Jakarta, Jumat (28/2/2020).
Anggota Komisi X DPR Periode 2014-2019 ini secara konkret mengusulkan agar Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif untuk mengubah Permenpar No 10 Tahun 2018 dengan menyertakan sektor kreatif khususnya mengenai royalti musik sebagai salah satu syarat terbitnya TDUP.
“Perlu diatur agar dalam Tanda Daftar Usaha Pariwisata (TDUP) yang diterbitkan pemerintah disertakan mengenai kewajiban membayar royalti penyanyi dan pencipta terhadap lagu yang diputar di tempat usaha,” tegasnya.
Ketua Kaukus Parlemen Anti Pembajakan DPR Periode 2014-2019 ini menyebutkan ketidakpatuhan tempat usaha terhadap pembayaran royalti jelas merugikan pencipta dan penyanyi lagu.
“Saya ambil contoh almarhum mas Naniel Yakin, pencipta lagu Bento yang dinyanyikan Iwan Fals, berapa yang beliau terima dari lagu yang sering diputar di pusat perbelanjaan, cafe dan tempat wisata? Hingga akhir hayatnya, Mas Naniel dalam keadaan yang memprihatinkan,” jelasnya.
Dia mengharapkan agar pemerintahan Jokowi di peridoe kedua ini secara serius membereskan persoalan hak cipta dan rpyalti yang menjadi hak pelaku industri kreatif di sektor musik. “Semoga pemerintahan Jokowi di periode kedua ini serius membereskan persoalan royalti dan hak cipta,” harap musisi asal Jember ini.[asa]