Beritaindonesia.id, SHENZHEN– Shenzhen melangkah cepat. Kota di Provinsi Guangdong itu kini membuat rancangan aturan yang melarang konsumsi anjing dan kucing. Senin (24/2) lalu, pemerintah pusat membuat kebijakan larangan memakan hewan liar untuk mencegah penyebaran virus Covid-19 dan sejenisnya.
Tetapi, aturan hukum yang membahas hal tersebut mungkin baru selesai beberapa bulan ke depan. Besar kemungkinan Shenzhen menerapkan lebih dulu sebelum kebijakan berlaku secara nasional.
Kebijakan lokal di Shenzhen itu kini sampai di tahap pemberian masukan dari masyarakat. Tahap itu akan berlangsung hingga 5 Maret. Tidak ditentukan batas akhir penyelesaian draf tersebut.
The Guardian mengungkapkan bahwa pemerintah bakal menjatuhkan denda CNY 20 ribu hingga CNY 200 ribu (Rp 40,9 juta sampai Rp 409,8 juta) jika ada restoran yang menyajikan hewan-hewan yang masuk kategori terlarang.
Jika kebijakan tersebut diterapkan, binatang liar lain yang berpotensi menularkan penyakit mungkin juga akan dimasukkan. Misalnya, kura-kura, ular, burung, dan serangga. Pemerintah Shenzhen tidak secara terang-terangan menyatakan bahwa kebijakan tersebut dibuat demi mencegah penularan Covid-19. Tetapi, itu merupakan bentuk hubungan khusus antara manusia dan hewan peliharaan.
”Shenzhen mungkin bisa melakukannya karena merupakan kota yang progresif dalam banyak hal,” ujar Deborah Cao, profesor di Griffith University, Australia, sekaligus pakar perlindungan binatang di Tiongkok.
Daging anjing dan kucing sudah biasa dikonsumsi di Shenzhen dan beberapa kota lainnya di Tiongkok. Di Negeri Panda itu bahkan ada festival daging anjing yang digelar tahunan. Diperkirakan, 10–20 juta anjing dibunuh setiap tahun untuk dimakan.
Meski terlihat tinggi, sejatinya konsumsi daging anjing dan kucing sudah mulai berkurang. Generasi yang lebih muda tidak mau lagi memakan daging dua binatang tersebut karena menganggap mereka sebagai peliharaan. Taiwan pun melarang konsumsi anjing dan kucing sejak 2017. (jpc/fajar)