INDOPOLITIK.COM- Pengacara tersangka suap dan gratifikasi Nurhadi, Maqdir Ismail meminta penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menangguhkan pemeriksaan kliennya. Pasalnya, Nurhadi saat in sedang mengajukan praperadilan yang ke dua, setelah yang pertama ditolak oleh pengadilan.
“KPK harus juga menghargai dong upaya praperadilan yang diajukan Pak Nurhadi, Rezky, dan Hiendra,” Kata Maqdir.
Meski begitu, Maqdir menyayangkan sikap KPK yang sudah memasukan Nurhadi kedaftar pencarian orang (DPO). Kata dia, harusnya KPK menunggu sampai proses praperadilan selesai.
“Jangan tiba-tiba KPK memasukkan sebagai DPO (Daftar Pencarian Orang). Praperadilan kan hak tersangka, harusnya juga hak itu dihargai sama penyidik,” kata Maqdir
Sebelumnya, Praperadilan itu diajukan Nurhadi bersama-sama dengan Rezky Herbiyono sebagai menantunya dan Hiendra Soenjoto sebagai Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (PT MIT). Oleh KPK, Hiendra diduga memberikan suap ke Nurhadi dan Rezky.
Selain itu Maqdir menyinggung soal Surat Edaran MA (SEMA) Nomor 1 Tahun 2018 tentang Larangan Pengajuan Praperadilan Bagi Tersangka Yang Melarikan Diri atau Sedang Dalam Status DPO. Maqdir menyebut praperadilan yang diajukannya terjadi sebelum Nurhadi berstatus buronan sehingga praperadilan kedua itu menurutnya tidak otomatis gugur.Ketiganya berstatus tersangka dan juga sama-sama ditetapkan sebagai buronan. Maqdir memprotes lantaran surat panggilan KPK disebutnya tidak pernah diterima, setidaknya pada Nurhadi dan Rezky, tetapi KPK sudah menetapkan sebagai buronan pada 11 Februari 2020.
“Status DPO itu kan post pactum, status itu ada setelah gugatan praperadilan diajukan. SEMA itu tidak bisa dipakai terhadap praperadilan ini. Kecuali kalau sudah ditetapkan sebagai DPO baru kita ajukan praperadilan itu baru bisa dipakai SEMA itu,” kata Maqdir.
Pendapat Maqdir itu didukung Margarito Kamis sebagai pakar hukum tata negara dari Universitas Khairun Ternate. Dia turut menyinggung soal SEMA seperti disampaikan Maqdir.
“Jadi tidak bisa SEMA itu dipakai untuk Pak Nurhadi dan dua orang itu. Konteksnya kan mereka (Nurhadi, Rezky, dan Hiendra) ajukan praperadilan kedua baru KPK menerbitkan DPO. Jadi surat edaran itu tidak bisa dipakai untuk menerangkan kasus Pak Nurhadi, Rezky, dan Hiendra ini,” ujarnya.[pit]