Beritaindonesia.id, JAKARTA – Pemerintah diminta segera mengeluarkan kebijakan untuk memudahkan guru honorer mengurus NUPTK (Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan).
Hal ini penting agar kebijakan penggunaan dana BOS untuk menggaji guru honorer dengan batas maksimal 50 persen, dapat dinikmati seluruh pendidik non-PNS.
Sebab berdasarkan data PB PGRI, sebanyak 789.381 guru honorer tak bisa digaji dengan dana BOS karena tak punya NUPTK.
“Solusinya dalam dua bulan ke depan seluruh NUPTK harus diselesaikan semua, baru bisa dapat dana bos,” kata Ketua Umum Guru dan Tenaga Kependidikan Honorer Non-Kategori 35 Tahun ke Atas (GTKHNK 35+) Pusat, Nasrullah, kepada jpnn.com (grup fajar.co.id), Minggu (1/3).
Nasrullah menjelaskan bahwa sebelumnya kebijakan NUPTK tidak match dengan peraturan sekarang. Dulunya, NUPTK untuk guru honorer di sekolah negeri dipersulit karena harus ada SK dinas.
Masalahnya, setiap SK dinas dikeluarkan, harus ada insentif dari daerah. Akibatnya dinas tidak mau lagi mengeluarkan SK karena akan terikat aturan kedinasan.
Sementara sekarang, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim mengeluarkan Permen bahwa untuk dapat dana BOS harus ada NUPTK. Oleh karena itu, pemerintah harus sesegera mungkin menyelesaikan masalah ini.
“Semua guru-guru itu harus ada NUPTK. Jangan NUPTK hanya dipermudah untuk (guru sekolah) swasta. Pada saat begini, guru negeri yang susah lagi, mereka tidak dapat dana BOS,” jelas Nasrullah.
Pria yang belakangan menjadi penasihat bagi bagi kalangan honorer ini menyebutkan, sebelumnya ada guru sekolah negeri yang menerima honor dari dana BOS. Namun tidak berdasarkan NUPTK, melainkan mengacu ketentuan maksimal 15 persen. Itu pun bergantung kebijakan kepala sekolah.
“Sekarang Permen keluar atas NUPTK, ini bermasalah. Karena banyak yang sudah honorer puluhan tahun tidak punya NUPTK,” tukasnya.
Kondisinya berbeda dengan guru di sekolah swasta. Pada umumnya mereka punya NUPTK karena cuma memerlukan SK yayasan. Sehingga selain sertifikasi,NUPTK mereka juga dipermudah.
“Di (sekolah) negeri, tidak ada, dibayar pun tidak. Ada memang beberapa yang bisa ikut tes NUPTK, tetapi tidak dibayar karena anggarannya harus APBD. Daerah tidak ada anggarannya,” tambah Nasrullah.
Dengan kebijakan yang baru, guru honorer di sekolah negeri yang dulunya bisa mendapat honor dari dana BOS tanpa NUPTK, sekarang mereka tidak bisa lagi menerimanya.
“Tidak bisa menerima lagi. Bisa tetapi dengan syarat pemerintah pusat harus mendata lagi untuk mempercepat NUPTK. Kalau memang itu peraturannya. Itu kan Permen. Sekarang guru honorer (tanpa NUPTK) di sekolah negeri tidak dapat apa-apa,” tandasnya.
Persoalan lain yang mungkin terjadi di lapangan yaitu kewenangan besar yang diberikan kepada kepala sekolah dalam penggunaan dana BOS untuk gaji guru honorer, tidak diikuti dengan adanya sanksi. Hal ini bermasalah ketika persentase yang diberikan untuk honorer lebih kecil.
“Artinya maksimal, boleh dan tidak. Tergantung kepala sekolah. Kalau kepala sekolah tidak kasih? Masalah lagi karena mengatur 50 persen maksimal, tetapi tidak ada sanksi. Kalau dikasih lima persen untuk honorer kan tidak ada sanksi apa-apa untuk sekolah. Sekolah bisa bikin alasan kami lagi membangun, kursi banyak yang rusak,” tandasnya. (jpnn/fajar)