Beritaindonesia.id – Polisi membongkar praktik aborsi di sebuah klinik ilegal di Paseban Raya, Salemba, Jakarta Pusat. Dalam kasus ini, tiga pelaku diamankan berinisial MM alias dr A selaku dokter, RM selaku bidannya, dan SI sebagai karyawan.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus mengatakan, klinik bernama Namora itu sudah beroperasi sejak dua tahun yang lalu. Dalam prakteknya, klinik tersebut dipasarkan oleh tersangka RM melalui web. “RM ini sebagai bidan, dia mempromosikan via web, sebagai calonya lah,” kata Yusri di Salemba, Jakarta Pusat, Jumat (14/2/2020).
Menurut Yusri, selama dua tahun beroperasi, para pelaku sudah menangani hampir 1632 pasien dengan tarif berfariasi.
“Yang diaborsi 903 pasien, tarifnya sesuai umur 1 bulan 1 juta, 2 bulan 2 juta, dan 3 bulan 3 juta. Di atas umur 4 bulan itu 4 sampai 15 juta,” ungkap Yusri.
Yusri mengatakan, pelaku berinisial MM alias dr A merupakan dokter PNS yang pernah dipecat di tempat kerjanya di salah satu Rumah Sakit di Riau. “Dia pernah dipecat karena bermasalah,” kata Yusri.
Kemudian pelaku MM kembali membuka klinik di Bekasi. Selang berapa tahun, pelaku pun kemudian bermasalah di Polres Bekasi dengan kasus sama yakni aborsi. “MM pernah bermasalah di Polres Bekasi dengan kasus sama 2016,” ungkap Yusri.
Tak kapok berurusan dengan polisi, MM pun kembali membuka praktek aborsi pada tahun 2018 di Salemba Jakarta Pusat. Namun, praktek aborsi yang kali ini, dibuka di salah satu rumah di Jakarta Pusat tanpa adanya plang nama klinik. Hal itu dilakukan untuk mengelabuhi petugas kepolisian agar praktek ilegal itu berjalan mulus.
“Jadi klinik aborsi itu tidak ada namanya. Tapi dipasarkan lewat web dengan nama Klinik Namora,” ungkap Yusri.
Untuk menjalankan bisnis haramnya itu, sang dokter MM dibantu oleh seorang bidan berinisial RM dan karyawan berinisial SI. Keduanya merupakan residivis. “Selama dua tahun beroperasi para pelaku meraup keuntungan hampir 5,5 miliar,” sebut Yusri.
Tak sampai disitu, pengakuan para tersangka, rata-rata pasiennya hamil di luar nikah, pasien yang bekerja dengan kontrak kerja tidak mengharuskan hamil, dan pasien yang gagal KB. “Itu pasien seluruh Indonesia. Bahkan pada saat penggerebekan kita temukan 2 janin seumur 6 bulan hasil aborsi,” beber Yusri.
Akibat perbuatannya para pelaku dikenakan Pasal 194 Jo Pasal 75 ayat (2) UU RI Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan dengan pidana penjara paling lama 10 tahun penjara.[ab]