Beritaindonesia.id – Kejaksaan Agung membeberkan peran tersangka Satya Wijayantara selaku Kepala Divisi Asset Management Bank BTN ihwal kasus tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara Rp 50 miliar.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus pada Kejaksaan Agung, Febrie Adriansyah menjelaskan tersangka yang juga sebagai Ketua Umum Serikat Pekerja Bank BTN itu sengaja bermufakat dengan para tersangka lain untuk mencairkan dana novasi atau pembaruan utang dengan cara melawan hukum untuk keuntungan pribadinya dan pihak swasta yang telah ditetapkan tersangka.
“Jadi antara pemohon kredit dengan dia (tersangka SW) terjadi pemufakatan untuk melawan hukum pada proses novasi itu. Jadi ada pihak-pihak yang diuntungkan di sini,” tuturnya, Rabu (19/2/2020).
Dia menjelaskan pihaknya bakal memeriksa para tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi Bank BTN cabang Semarang dan Gresik itu pada pekan depan.
Hal itu lantaran tim penyidik masih fokus menyelesaikan pemberkasan kasus tindak pidana korupsi PT Asuransi Jiwasraya. “Kita lihat pekan depan lah nanti dipanggilnya para tersangka. Saat ini penyidik masih fokus dulu ke Jiwasraya,” katanya.
Febrie juga belum mau berspekulasi apakah para tersangka tersebut bakal langsung ditahan, usai diperiksa sebagai tersangka atau dibiarkan bebas. Namun, Febrie memastikan ketujuh tersangka itu, kini sudah dicegah agar tidak melarikan diri ke luar negeri.
“Nanti kita lihat ya, apakah langsung ditahan atau tidak. Tergantung tim penyidik nanti,” ujarnya.
Sebelumnya, tim penyidik Kejagung menetapkan 7 orang sebagai tersangka terkait perkara tindak pidana korupsi Bank BTN cabang Semarang dan Gresik.
Adapun mereka adalah, tiga dari pejabat BTN yakni pejabat bagian Asset Management Division (AMD) sekaligus Ketua Serikat Pekerja BTN berinisial SW dengan surat penetapan tersangka bernomor TAP-01/F.2/Fd.2/01/2020.
Lalu, tersangka AMD Head Area II Bank BTN SB dengan nomor surat penetapan tersangka TAP-02/F.2/Fd.2/01/2020 dan AM selaku Kepala Unit Komersial Landing Bank BTN cabang Sidoarjo dengan nomor surat penetapan tersangka TAP-03/F.2/Fd.2/01/2020.
Selanjutnya, empat tersangka lain berasal dari pihak swasta yaitu EGT dan ARR dari PT NAP serta LR dari PT LJP dan TY selaku Direktur Utama PT TF.
Seperti diketahui, perkara dugaan tindak pidana korupsi ini berawal pada Desember 2011. Saat itu PT. BTN Cabang Gresik telah memberikan fasilitas Kredit Yasa Griya (KYG) kepada PT. Graha Permata Wahana senilai Rp5 miliar dan menyebabkan kredit macet Rp4,1 miliar.
Diduga kuat ada kesalahan prosedural dalam pemberian yang dilakukan dan melawan hukum karena tidak sesuai dengan Surat Edaran Direksi BTN.
Kemudian, Desember 2015, Asset Management Division (AMD) Kantor Pusat BTN secara sepihak melakukan novasi (pembaharuan utang) kepada PT. NAP. Plafond novasi senilai Rp6,5 miliar, tanpa ada tambahan agunan. Lalu, hal itu menyebabkan kredit macet kembali sebesar Rp5,7 miliar.
Tak hanya itu, pada November 2016, AMD Kantor Pusat BTN kembali melakukan novasi secara sepihak dari PT. NAP kepada PT. LJP. Perbuatan AMD Kantor Pusat BTN itu tidak sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP) yang ada.
Selain itu, dilakukan tambahan agunan dengan plafon kredit Rp16 miliar, hingga menyebabkan kredit macet Rp15 miliar dengan kategori kolektibilitas 5.
Kejagung sempat memeriksa kasus tindak pidana korupsi pemberian Kredit Yasa Griya dari Bank BTN cabang Semarang kepada Debitur PT Tiara Fatuba dan Novasi kepada PT NAP serta PT LJP.
Kasus tersebut terjadi pada April 2019. BTN Cabang Semarang memberikan fasilitas Kredit Yasa Griya kepada PT TF Rp15,2 miliar. Prosedur pemberiannya diduga tidak sesuai dengan Surat Edaran Direksi BTN, sehingga mengakibatkan kredit macet sebesar Rp11,9 miliar. [rif]