Beritaindonesia.id, JAKARTA – Juru Bicara Presiden, Fadjroel Rachman menilai kebijakan ‘efek kejut’ Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dalam pembatasan penumpang TransJakarta sebagai hal yang sesat bagi masyarakat. Menurut Fadjroel, dalam situasi pandemi virus Corona saat ini, tak boleh ada kebijakan yang sifatnya coba-coba tak terukur.
“Mari bergotong-royong menghadapi masa sulit ini, dan kita semua secara bersama-sama akhirnya keluar sebagai pemenang, bukan pecundang,” kata Fadjroel dalam keterangan yang diterima, Kamis (18/3).
Menurut Fadjroel, kebijakan pemerintah pusat dan daerah harus rasional, terukur, penuh kehati-hatian karena akan berdampak luas pada keselamatan dan kehidupan publik. Dalam kondisi pandemi Covid-19 ini pemerintah pusat dan daerah secara terukur harus menjalankan kebijakan berdasarkan peraturan-perundangan dari Konstitusi UUD 1945, UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Karantinaan Kesehatan, lalu Inpres Nomor 4 Tahun 2019 tentang Peningkatan Kemampuan dalam Mencegah, Mendeteksi, dan Merespons Wabah Penyakit, Pandemi Global, dan Kedaruratan Nuklir, Biologi, dan Kimia.
Selain itu, Fadjroel juga mengingatkan pemerintah daerah adanya Kepres Nomor 7 Tahun 2020 tentang Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019. Di mana Gugus Tugas itu berada di bawah dan bertanggung jawab kepada presiden, juga memperhatikan peraturan teknis Menteri Kesehatan berupa Surat Edaran No.HK.02.01/Menkes/199/2020 tentang Komunikasi Penanganan Covid-19 .
“Presiden Joko Widodo memutuskan kebijakan pembatasan sosial berdasarkan UU Nomor 6 tahun 2018 sebagai respons atas kedaruratan kesehatan masyarakat,” kata Fadjroel.
Fadjroel membenarkan, menurut UU tersebut dimungkinkan adanya karantina wilayah atau lockdown. Namun, kehati-hatian mempertimbangkan keselamatan dan kehidupan publik tetap menjadi prioritas dalam memutuskan kebijakan publik.
“Presiden Joko Widodo tidak memilih kebijakan karantina wilayah, tetapi memilih kebijakan pembatasan sosial,” kata Fadjroel. (jpnn/fajar)