FAJAR.CO.OID,JAKARTA– Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memperkirakan, Covid-19 akan berlangsung tidak singkat. Prediksi tersebut berkaca dari sejarah pandemi Flu Spanyol tahun 1918 yang berlangsung hingga 18 bulan.
Wabah Covid-19 inipun mengakibatkan pelemahan kondisi sosial ekonomi masyarakat. Namun, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan, pemerintah tidak patah semangat dan kehilangan orientasi.
Sri Mulyani justru berharap, krisis akibat wabah Covid-19 ini semestinya dapat dimanfaatkan untuk reformasi di berbagai bidang. “Upaya pemulihan dan reformasi bidang kesehatan, sosial dan ekonomi harus dimulai bersama dengan penanganan pandemi. Dan hal ini akan berlangsung hingga 2021,” ujarnya dalam sidang Paripurna DPR, Selasa (12/5).
Ia menjabarkan, kebijakan ekonomi makro dan arah kebijakan fiskal pada 2021 akan berfokus pada upaya-upaya pemulihan ekonomi sekaligus upaya reformasi untuk mengatasi masalah fundamental ekonomi jangka menengah-panjang menuju Visi Indonesia Maju 2045. Menurutnya, sejak penyebaran Covid-19, telah dilakukan berbagai langkah untuk menangani dampak negatif pada masyarakat dan memulihkan ekonomi.
Misalnya, perluasan bantuan sosial untuk melindungi masyarakat miskin dan terdampak, termasuk yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja. Dunia usaha terutama usaha kecil dan menengah juga mendapatkan dukungan pemerintah berupa penundaan pinjaman dan bantuan subsidi bunga pinjaman.
“Langkah ini diharapkan mampu menambah ketahanan dunia usaha menghadapi tekanan Covid-19 yang sangat berat,” tuturnya.
Di samping itu, lanjutnya, pemerintah juga sedang dan akan melakukan langkah pemulihan ekonomi seperti yang diatur dalam Perppu 1/2020 yaitu melalui belanja negara, penempatan dana pemerintah, penjaminan, dan penanaman modal negara. Sementara proses pemulihan ekonomi terus diupayakan dan akan berlangsung.
Indonesia perlu melakukan reformasi untuk keluar dari Middle Income Trap melalui peningkatan produktivitas dan daya saing. Sri Mulyani menambahkan, Indonesia masih perlu terus memperbaiki gap infrastruktur dan meningkatkan kemampuan adopsi teknologi.
Banyak hal juga masih perlu dibenahi untuk meningkatkan daya saing, antara lain iklim usaha yang kurang kondusif untuk investasi, birokrasi dan regulasi yang belum efisien, serta high cost economy yang menghambat daya saing ekspor.
“Terkait hal ini, kualitas SDM atau tenaga kerja selalu menjadi bagian sentral dalam peningkatan produktivitas maupun daya saing Indonesia,” pungkas mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu. (JPC)