Beritaindonesia.id — Kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) yang meminta mahasiswa tak ikut demonstrasi menuai kritikan. Pengamat dan Praktisi Pendidikan, Satriwan Salim, menilai banyak yang kontradiktif dari kebijakan Kemendikbud.
Ditambah lagi, kampus juga diinstruksikan untuk sosialisasi UU Omnibus Law. “Imbauan Kemendikbud untuk mahasiswa dan kampus ini menurut saya mengandung beberapa kontradiksi jika tidak dikatakan paradoksal,” kata Satriwan di Jakarta, Minggu (11/10/2020).
Kampus diminta sosialisasi UU Cipta Kerja justru mengandung kontradiksi yang mendalam. Sebab Draf Final UU Ciptaker saja tak bisa diakses oleh kalangan akademisi, aktivis masyarakat sipil, bahkan oleh publik umumnya hingga sekarang. Apalagi ditambah keterangan DPR jika draf tersebut belum final.
“Lantas yang disahkan ketika sidang Paripirna itu apa? Terus apanya yang harus disosialisasikan oleh universitas!?” kata Satriwan yang juga koordinator Perhimpunan untuk Pendidikan dan Guru (P2G).
Kemendikbud, lanjutnya, sudah membuat program Merdeka Belajar dan Kampus Merdeka bahkan jadi slogan di mana-mana.
Surat Kemendikbud ini merupakan bentuk intervensi nyata Kemendikbud, sehingga menjadikan kampus tidak lagi merdeka.
Akhirnya kampus Merdeka tak ubahnya sekadar jargon kosong. Di saat Kemendikbud mencabut kemerdekaan akademik universitas sebagai lembaga yang berfungsi mengembangkan nalar kritis.
“Ini adalah bukti bahwa kebijakan Kemendikbud kontradiktif,” sergahnya.
Di satu sisi Kemendikbud membuat kebijakan Kampus Merdeka. Namun, di sisi lain memasung kemerdekaan kampus dalam menjalankan fungsi kritisnya sebagai wujud Kampus Merdeka.
(Fajar)